BERMANFAAT, WA 0858-5946-5858 Wisata Religi Ziarah Wali Songo
Senin, 22 Oktober 2018
Wisata Religi Ziarah Wali Songo,
Wisata Ziarah Makam Wali Songo Nama Dan Tempat Ziarah Wali Songo,
Wisata Ziarah Wali Songo
Edit
SUNAN GUNUNG JATI
Sunan
Gunung Jati atau Syarif
Hidayatullah (Arabic: شريف هداية الله Sharīf Hidāyah Allāh ) atau Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang
dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif Abdullah
Umdatuddin bin Ali Nurul Alim (seorang penguasa mesir) dan Nyai Rara Santang,
Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah
Mudaim).
Syarif
Hidayatullah sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (Raja Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari
pihak ibu), ia dinobatkan menjadi Raja Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati.
Nama Syarif Hidayatullah kemudian
diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di
daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama
Gunung Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam
negeri di Bandung, Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati.
Silsilah
Syarif Hidayatullah adalah putera dari
Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim yang bergelar Sultan Mahmud
(Sultan Hud) dan merupakan penguasa Mesir yang menikah dengan Nyi Mas Rara
Santang puteri dari Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang setelah
menikah dengan Syarif Abdullah bergelar Syarifah Mudaim. Wisata Ziarah Wali Songo Ayah Syarif
Hidayatullah adalah seorang penguasa Mesir, putera dari Ali Nurul Alim bin
Jamaluddin Akbar al-Husaini, seorang keturunan dari Sayyid Abdul Malik
Azmatkhan dan Alwi Amir Fakih Mesir. Pada masa lalu terdapat puluhan naskah
yang menjelaskan tentang silsilah Syarif Hidayatullah yang diklaim oleh
beberapa pihak dan menimbulkan kesimpangsiuran sehingga pada masa pertemuan
agung para cendekiawan, sejarahwan, bangsawan dan alim ulama senusantara dan
mancanegara (bahasa Cirebon : Gotra sawala) pertama yang dimulai pada tahun
1677 di Cirebon maka Pangeran Raja (PR) Nasiruddin (bergelar Wangsakerta)
mengadakan penelitian dan penelusuran serta pengkajian naskah-naskah tersebut
bersama para ahli-ahli dibidangnya. Hasilnya pada tahun 1680 disusunlah kitab
Negara Kertabumi yang didalamnya memuat bab tentang silsilah Syarif
Hidayatullah (Tritiya Sarga) yang sudah diluruskan dari kesimpangsiuran klaim
oleh banyak pihak.
Riwayat hidup
Proses belajar
Raden Syarif
Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya, Jamaluddin
Akbar al-Husaini, sehingga ketika telah selesai menimba ilmu di pesantren Syekh
Datuk Kahfi ia meneruskan pembelajaran agamanya ke Timur Tengah.
Babad Cirebon menyebutkan, ketika
Pangeran Cakrabuwana membangun Kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka
sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota
dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya
wafat. Wisata Religi Ziarah Wali Songo
Pernikahan
Memasuki usia dewasa (sekitar tahun
1470 - 1480) ia menikahi adik dari Bupati Banten saat itu, Nyai Kawunganten.
Dari pernikahan ini lahirlah Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin. Maulana
Hasanuddin inilah yang kelak menjadi Raja Banten pertama. Wisata Ziarah Makam Wali Songo
Kesultanan Demak
Masa ini kurang banyak diteliti para
sejarawan hingga tiba masa pendirian Kesultanan Demak tahun 1487, yang mana
Walisongo memberikan peranan penting dalam sejarah pendiriannya. Pada masa ini,
Syarif Hidayatullah berusia sekitar 37 tahun (kurang lebih sama dengan usia
Raden Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak pertama). Ziarah Wali Songo Banjarmasin
Dengan diangkatnya
Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa (bukan hanya di Demak), maka Cirebon
menjadi semacam Negara Bagian atau Vasal dari Kesultanan Demak, terbukti dengan
tidak adanya riwayat tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi
sebagai Sultan Cirebon.
Hal ini sesuai dengan strategi yang
telah digariskan Sunan Ampel, Ulama yang paling dituakan di Dewan Muballigh
(Walisongo), bahwa agama Islam akan disebarkan di Pulau Jawa dengan Kesultanan
Demak sebagai pelopornya. Ziarah
Wali Songo Dari Jakarta
Pendirian kesultanan Banten dan Jatuhnya Sunda Kelapa
Setelah pendirian Kesultanan Demak,
antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa paling sulit baik bagi Syarif
Hidayatullah maupun Raden Patah, karena proses Islamisasi secara damai
mengalami gangguan internal dari Kerajaan Sunda, Galuh (sekarang bagian dari
Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) serta gangguan
eksternal dari Portugis yang telah mulai melakukan ekspansi di wilayah Asia
Tenggara. Ziarah Wali Songo
Cirebon
Raja Pakuan di
awal abad 16, seiring masuknya Portugis di Pasai dan Malaka, merasa mendapat
sekutu untuk mengurangi pengaruh Syarif Hidayatullah yang telah berkembang di
Cirebon dan Banten. Di saat yang genting inilah Syarif Hidayatullah berperan
dalam membimbing Pati Unus dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan
Banten-Demak-Cirebon di Pulau Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari
wilayah Asia Tenggara.
Kegagalan
Ekspedisi Jihad II Pati Unus yang sangat fatal pada tahun 1521 kemudian memaksa
Syarif Hidayatullah merombak pimpinan armada gabungan yang masih tersisa dan
mengangkat Tubagus Pasai sebagai Panglima berikutnya yang menyusun strategi baru
untuk memancing Portugis bertempur di Pulau Jawa, menggantikan Pati Unus yang
syahid di Malaka.
Perundingan Yang Sangat Menentukan
Setelah Pakuan
Pajajaran yang merupakan ibukota Kerajaan Sunda Galuh jatuh kepada Syarif
Hidayatullah pada tahun 1568 (hanya satu tahun sebelum ia wafat pada tahun 1569
dalam usia yang hampir 120 tahun), kemudian terjadi perundingan terakhir antara
Syarif Hidayatullah dengan para pegawai istana, Syarif Hidayatullah kemudian
memberikan 2 opsi:
Bagi para pembesar Istana Pakuan yang
bersedia masuk Islam akan dijaga kedudukan dan martabatnya, seperti gelar
Pangeran-Putri atau Panglima akan tetap disandangnya, dan kemudian mereka
dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing.
Bagi para pembesar Istana Pakuan yang
tidak bersedia masuk Islam maka harus keluar dari keraton masing-masing dan
keluar dari ibukota Pakuan Pajajaran untuk diberikan tempat di pedalaman Banten
(wilayah Cibeo sekarang).
Dalam perundingan terakhir yang sangat
menentukan dari riwayat Pakuan ini, sebagian besar para Pangeran dan
Putri-Putri Raja menerima opsi pertama. Sedang Pasukan Kawal Istana dan
Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat
Pakuan memilih opsi kedua. Diyakini mereka inilah cikal bakal penduduk Baduy Dalam
sekarang yang terus menjaga anggota pemukiman yang hanya sebanyak 40 keluarga
(karena keturunan dari 40 pengawal istana Pakuan). Anggota yang tidak terpilih
harus pindah ke pemukiman Baduy Luar.
Dengan segala jasa Syarif Hidayatullah
inilah yang kemudian umat Islam di Jawa Barat memanggilnya dengan nama lengkap
Syekh Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.
Wafat
Makam Sunan Gunung
Jati
Syekh Syarif
Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26
Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi. Tanggal
Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Meninggal dalam
usia 120 tahun, sehingga putra dan cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena
meninggal terlebih dahulu, melainkan cicitnya yang memimpin Kesultanan Cirebon
setelah wafatnya Syarif Hidayatullah. Syekh Syarif Hidayatullah kemudian
dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati.
fun wisata kreatif
#ziarahwalisongo #ziarahwalisongocirebon #walisongo #walisembilan
#sembilanwali #travelziarahwalisongo
#sunangunungjati #sunanamper #sunangiri #sunan #pakettourwisatareligi
#ziarahkubursunangunungjati #ziarahkubursunanamper #ziarahkubursunangiri
#ziarahwalisongo
0 Response to "BERMANFAAT, WA 0858-5946-5858 Wisata Religi Ziarah Wali Songo"
Posting Komentar